take baby steps along the way and in the end you will have reached your goal!

Monday, December 12, 2011

bukan gw, tetapi Dia!

Wah, gak kerasa yah kita udah memasuki minggu advent yang ke-3 (: Di minggu ini, gw rindu membagikan firman yang gw nikmati, dibawakan oleh Pdt. Anton Pardosi (GKI Kebon Bawang) di kebaktian GKI Depok tadi.

Saat ini, kita sama2 mau belajar dari Yohanes Pembaptis, seorang pelayan Allah yang dipanggil untuk mempersiapkan kedatangan Mesias. Nubuat yang dibuat Nabi Yesaya tentang dirinya (Yesaya 40:3), sosoknya yang unik (makan belalang, minum madu hutan, pake baju bulu unta), dan kesaksian pelayanan yang dilakukannya, membuat Yohanes Pembaptis menjadi tokoh yang sudah familiar dan umum kita ketahui serta berkaitan erat dengan kedatangan Mesias.

Di dalam Yohanes 1:19-23, ada suatu kondisi khusus yang sedang dialami oleh Yohanes Pembaptis dan dapat kita pelajari untuk melihat sikap batin yang dimilikinya. Apa yang dialami dirinya saat itu seringkali analog dengan apa yang kita alami saat ini, namun mari kita lihat apa yang diperbuat Yohanes Pembaptis menghadapi kondisi ini.

Waktu itu Yohanes telah memberitakan Injil dan membaptis banyak orang Yahudi. Penduduk dari seluruh Yerusalem, Yudea, dan sekitar sungai Yordan datang berbondong2 untuk bertobat dan dibaptis oleh Yohanes. Hal ini menimbulkan pertanyaan di antara orang banyak saat itu apakah dirinya adalah sang Mesias yang ditunggu2. Tentu kita sadar, Yohanes berada dalam keadaan yang sangat mudah banggeeettt untuk mendapatkan hormat, respect, pujian dari orang-orang pada saat itu. Namun apa yang Yohanes katakan?

"Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: 'Aku bukan Mesias'" ~Yohanes 1:20

Seringkali, kita berada pada posisi yang sama dengan Yohanes dalam pelayanan. Kondisi sekitar memungkinkan diri kita dapat dengan mudah menuntut pengakuan, pujian, hormat, kebanggaan atas pengorbanan (waktu, tenaga, pikiran, ide, materi) yang telah kita berikan untuk pelayanan. Kalo udah begini, kondisi yang sering terjadi dapat dilihat lewat kalimat2 ini:

"Kalo gak ada gw, gak bakalan ini-ini-ini bisa jalan sebaik ini"
"Wah, siapa dulu donk yang itu-itu-itu. Bagus kan jadinya?"
"Ahh, gw udah begini-begini-begini sedangkan dia cuma begitu-begitu-begitu"

Baik diucapkan ataupun di bayang-bayang, kita mulai jatuh dalam kesombongan, mulai membanding2kan pengorbanan yang telah kita lakukan. Sadar gak sadar, kita masih sering memfokuskan pelayanan kita hanya untuk diri kita sendiri (mengisi waktu luang, kenyamanan diri sendiri, serunya pergaulan dalam persekutuan). Ketika ada hal yang tidak berjalan sesuai harapan atau keinginan kita, maka kita dapat dengan mudah:

  • menjadi peternak "kambing hitam", kandang kita selalu penuh, ladang peternakan kita semakin meluas hari demi hari dan kambing-kambing kita semakin cepat berkembang biak
  • menyiksa diri sendiri karena larut dalam kekesalan, kekecewaan, menyalahkan diri sendiri tak ada hentinya sehingga kita jauh dari Tuhan
  • berpikiran negatif terhadap sesama kita, melihat2 masa lalu orang lain, memprediksi diri seseorang berdasarkan masa lalunya yang kelam
  • menjadi hakim atau jaksa penuntut yang hanya bisa menggembar-gemborkan kebenaran dan keadilan untuk orang lain tanpa memperlakukannya terhadap diri sendiri

Namun, apa yang Yohanes Pembaptis sampaikan?

"Ia (Yesus) harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil" ~ Yohanes 3:30

Yup, Yohanes merendahkan diri dan hatinya di hadapan Tuhan. Inilah sikap batin terutama yang Yohanes miliki. Ketika kita mau merendahkan hati di hadapan Tuhan, hal ini akan berdampak pada kehidupan dan pelayanan kita terhadap sesama. Fokus hidup dan pelayanan kita semata-mata hanya untuk kemuliaan Tuhan, tak ada yang lain. Iyaaa, tak-ada-yang-lain. Artinya, apa yang menjadi kebanggaan-kehormatan-sanjungan atas diri kita, pelayanan kita, pengorbanan kita, tak ada lagi artinya apabila dibandingkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan.

Uraian yang simple bukan? Kalau mau diringkas, firman yang ingin disampaikan adalah: Rendahkan diri dan hatimu di hadapan Tuhan. Apakah mudah untuk dilakukan? menurut gw secara pribadi, melakukannya belum tentu semudah memikirkannya atau mengatakannya.

Hari ini adalah H-11 ibadah dan perayaan natal POFMIPA UI. Sejauh ini, ada banyak kejadian dan kondisi2 pelayanan yang menuntut kita untuk bisa merendahkan hati di hadapan Tuhan dan sesama. Kerendahan hati membuahkan kejujuran di hadapan Tuhan dan sesama. Kerendahan hati menghasilkan sikap tenang dan berpikir positif di dalam tekanan. Kerendahan hati memampukan kita melihat karya kasih dan rencana Tuhan pada setiap orang yang kita jumpai. Kerendahan hati menguatkan kita untuk mau peduli dan mengasihi sesama dengan tulus. 

Teladan kerendahan hati yang terutama adalah ketika bayi Yesus boleh lahir di dunia yang cemar ini (semua bakal dibahas nanti oleh bang RO di hari H). Tetapi untuk saat ini, kita bersyukur boleh belajar terlebih dahulu dari teladan Yohanes Pembaptis. Kita melihat posisi dan sikap batin diri kita dalam persiapan memperingati kedatangan Yesus dan menantikan kedatangan-Nya kedua kali. Ia yang memanggil kita adalah setia, Ia juga yang akan menggenapinya.

Selamat menjalani minggu advent ke-3, selamat melayani dengan semakin merendahkan hati. GBU abundantly!

No comments:

Post a Comment