take baby steps along the way and in the end you will have reached your goal!

Sunday, April 8, 2012

Mari jalan-jalan ke Emaus

Untuk memulai perenungan ini, mari kita bayangkan seorang anak yang lagi jalan-jalan di mall. Di tengah mall, lagi asyik2nya jalan, anak itu berpapasan dengan orangtuanya. Kemudian papa mama dari anak itu bertanya kepada dia, “Mau kemana nak?” Lalu anak itu menjawab “Mau ke bioskop om, tante! Om sama tante sendiri lagi mau kemana?” Pertanyaannya, apa yang sang orangtua pikir setelah anaknya menjawab seperti itu? Ada beberapa kemungkinan: “Ini anak kurang ajar! Dari kecil udah digedein, sekarang udah gede mau dikecilin lagi, hah?!” atau “Ini anak ada yang salah deh keknya! Lagaknya gak normal!” Kita bisa menyimpulkan kira-kira inilah yang mungkin dipikirkan sang orangtua.

Kondisi ini membantu kita memaknai dan merasakan kembali, bagaimana keadaan yang kita baca dalam perikop Lukas 24:13-49. Dikatakan pada hari itu, dua orang murid2 berjalan ke Emaus. Murid2 siapakah itu? Di dalam perikop ini dikatakan, mereka adalah murid2 Yesus, seorang bernama Kleopas dan satu lagi tak disebutkan namanya. Namun, pada ayat2 berikutnya, apakah mereka menunjukkan ciri-ciri sebagai murid Yesus?

Perjalanan ke Emaus ditulis kira-kira tujuh mil jauhnya. Tujuh mil itu kira-kira dari tempat makan mie babi (yah GKI Depok lah sama aja) ke stasiun Lenteng Agung. Waktu perjalanan mereka lebih dari cukup untuk mengenal rekan bicara mereka, terlebih lagi, rekan bicara yang telah bersama-sama dengan mereka selama lebih kurang 3 tahun. Apa yang membuat mereka tidak mengenali Yesus yang bangkit dan menjumpai mereka?

Lukas mencatat di ayat 21 bahwa mereka salah mengerti konsep Mesias yang Yesus sampaikan. Teriakan “hosanna” ketika Yesus masuk ke Yerusalem ternyata buat mereka kini tidak tergenapi. Mengapa? Karena sudah 3 hari, Yesus mati namun justru mereka mendapatkan mayat-Nya hilang. Mereka berpikir Yesus yang tadinya adalah Mesias yang akan menyelamatkan bangsa Israel berakhir mati di kayu salib. Lebih daripada itu, jika kita mau melihat lebih dalam, mereka sedih dan hilang kepercayaan. Itulah sebabnya mereka pergi ke kampung Emaus, dengan penuh keragu-raguan dan kesedihan. Pertanyannya adalah siapakah fokusnya? Diri mereka yang kehilangan “Mesias” atau Yesus yang telah mati untuk menebus dosa manusia?

Bagaimana dengan diri kita? Sebagai orang Kristen, kita mengamini momen paska adalah saat dimana Yesus yang telah mati untuk menebus dosa dan memberikan keselamatan kepada kita, bangkit untuk menggenapi penebusan itu. Tetapi sekarang, mari kita bertanya: ketika Yesus yang bangkit itu menjumpai kita, apa respon kita? Egoisme dan kepentingan sendiri terkadang membuat kita tidak mengenali Yesus yang bangkit dan menjumpai kita. Rasa marah, sedih, kecewa, tidak nyaman, bahkan kehilangan harapan sering membuat kita tidak mengenal Yesus yang mau menyapa kita melalui Firman-Nya. Atau mungkin, seringkali kita disibukkan dengan hal-hal lain: pelayanan kita yang (katanya) merupakan bentuk kasih kepada Tuhan, studi kita yang (katanya) merupakan bentuk pelayanan kita juga, pikiran2 kita yang (katanya) tertuju pada visi Tuhan, karena itu ketika Yesus yang bangkit menjumpai kita, kita tidak mengenal-Nya karena saking sibuknya.

Apa yang terjadi setelah murid2 menyadari bahwa rekan bicara mereka adalah Yesus? Yesus lenyap. Yup, Dia lenyap dari tengah-tengah mereka. Namun, bukan berarti kuasa-Nya juga lenyap. Kedua orang murid-Nya ini kemudian bergegas kembali menuju Yerusalem untuk menceritakan bagaimana perjumpaan mereka dengan Yesus yang telah bangkit. Perjalanan ke Emaus yang tadinya merupakan perjalanan pelarian, sekarang menjadi perjalanan yang memantapkan, yang menguatkan mereka untuk bisa berbagi dan bersaksi. Kuasa kebangkitan Yesus memampukan mereka untuk menjadi saksi kebangkitan-Nya!

Kembali lagi, bagaimana diri kita selama ini? Bertahun-tahun kita mengenang kematian Yesus dan merayakan kebangkitan-Nya, namun sudahkah kita menjadi saksi kebangkitan-Nya? Sudahkah kita menjadi saksi bagi karya keselamatan dan kasih-Nya atas manusia melalui perkataan, tingkah laku, dan pikiran kepada sesama kita dalam kehidupan sehari-hari? Sudahkah kita menemukan “jalan” yang memantapkan kita untuk berbagi, melayani dengan kasih, bersaksi atas Yesus yang berkuasa dalam hidup kita?

Teman2, batu itu telah berguling! Yesus yang bangkit menjumpai kedua orang murid-Nya di tengah perjalanan mereka melarikan diri dari kesedihan, kehilangan pengharapan, dan ketakutan. Yesus yang bangkit menjumpai mereka di saat mereka kesal, sedih, kecewa akan keadaan yang dialami mereka, ternyata tidak berjalan sesuai dengan keinginan mereka. Namun, Yesus yang bangkit itulah yang membukakan mata mereka, membantu mereka mengerti maksud kedatangan Yesus dan apa yang tertulis dalam kitab suci. Yesus yang bangkit itulah yang memampukan mereka untuk berbagi dan bersaksi atas kebangkitan dan perjumpaan mereka dengan diri-Nya.

Yesus yang bangkit itulah yang juga menjumpai kita saat ini. “Batu” yang ada di hati kita telah digulingkan dengan kuasa-Nya. Yesus yang bangkit itulah yang memampukan kita berbagi kepada sesama dan menjadi saksi kebangkitan-Nya melalui seluruh aspek hidup kita. Selamat paska 2012! Yesus yang bangkit itu menjumpai kita semua(:

Direnungkan dari:
Kebaktian Perayaan Paska GKI Depok – Yesus yang Bangkit, Menjumpaiku!
Perayaan Paska GKI Samanhudi – Kristus Bangkit, Kasih Bersambut, Karya Bersahut!

No comments:

Post a Comment