take baby steps along the way and in the end you will have reached your goal!

Sunday, April 15, 2012

God's Big Story

Dalam Persekutuan Universitas Indonesia (PUI) kemarin yang bertemakan "Discipleship in Post-Modern Era", ada satu hal menarik yang dibagikan Bang Alex, yaitu mengenai God's Big Story. Mungkin aku belum sempet buat ringkasan dari apa yang dibagikan oleh Bang Alex secara keseluruhan. Tapi secara garis besar, Bang Alex menyampaikan Firman Tuhan yang diambil dari 2 Timotius 4:1-6, kemudian ada beberapa penjelasan singkat mengenai Post-Mo. Di tengah pembahasan Post-Mo ini, topik God's Big Story muncul dan dibagikan. (Aku sendiri lupa kenapa tiba2 bisa muncul topik ini, entah ini awalnya dari pertanyaan orang atau pelengkap penjelasan yang Bang Alex bukakan sendiri). Dari kemarin lagi nyoba2 cari lagi sendiri tentang hal ini buat dipelajarin (yah dilihat2 lah) dan akhirnya dapet satu penjelasan yang menurutku cukup memuaskan rasa ingin tahuku sendiri untuk saat ini. 


Tadinya mau nyari video yang ditampilin Bang Alex waktu PUI, sayangnya gak ketemu. Tapi video yang ini menyampaikan hal yang sama dan naratornya lebih lambat dalam menjelaskan, sehingga mungkin bisa lebih jelas buat kita yang gak terlalu cepat nangkep (soalnya kan pake bahasa Inggris, siapa tahu ada yang kesulitan kan?)

Inti yang mau disampaikan Bang Alex adalah terkadang kita sering "meng-korting" (ada gak sih istilahnya itu? nulisnya bener gak?) Injil yang diberitakan. Injil yang kita seolah2 "terima" dan "bagikan" dimulai dari Kejadian 3 (manusia jatuh ke dalam dosa) dan diakhiri di Wahyu 20 (penghakiman manusia). Akibatnya kita hanya menyadari keberdosaan diri kita sendiri dan berhenti pada keselamatan diri kita sendiri. Pertanyaannya adalah: bagaimana dengan ciptaan Allah yang lain? Dunia dan segala isinya? Padahal di dalam Kejadian 1-2, Allah menciptakan dunia dan segala isinya; Allah melihat seluruhnya amat baik; dan di dalam Wahyu 21-22, Allah juga menyelamatkan dunia dan segala isinya.

Buatku pribadi, ini adalah hal yang menarik karena aku mendapati memang benar banyak orang yang berhenti pada keselamatan diri sendiri. Semoga setelah kita diperbaharui pemahamannya, pikiran atau perbuatan yang mungkin tadinya masih kurang tepat bisa berubah tertuju pada kehendak Tuhan, dan kita bisa terus bertumbuh dan berjuang melakukan bagian kita dalam God's Big Story!

Let's find our part in His Big Story! God Bless

Ayo dibina! - 2

Kedua, adalah pembinaan PKK (P2K2) hari Jumat 13 April yang lalu. Ini adalah P2K2 ke-2 (ribet amat sih yang nyingkat2 namanya) dalam semester genap. Temanya adalah Perlengkapan Rohani. Pembicaranya adalah Mas Pur, yang mengambil teladan tokoh Perjanjian Lama, yaitu Ezra. Ketika berbicara mengenai Kelompok Kecil (KK), seringkali kita mengambil teladan Yesus atau Paulus (yang jelas terlihat pelayanan KK-nya), namun Mas Pur mengajak kita kali ini belajar mengenai teladan dari Ezra yang dapat diterapkan dalam pelayanan KK.

Perikopnya diambil dari Ezra 7:1-10. Mas Pur membaginya menjadi 3 garis besar yang mau dipelajari: tujuan KK, kualitas seorang PKK, dan cara menjadi seorang PKK berkualitas. Mari kita tinjau ketiga hal tersebut.

Tujuan
Mengapa Ezra berangkat ke Yerusalem? Di dalam ayat 1, dinyatakan: “Kemudian dari pada semuanya ‘itu’, …” Apakah ‘itu’ itu? Yup, jika kita mau melihat di pasal sebelumnya, yaitu pasal 5-6, kita melihat bagaimana bangsa Israel telah berhasil membangun bait Allah kembali. Keberhasilan pembangunan bait Allah ini melambangkan bangsa Israel yang bebas/merdeka dari masa pembuangan di Babel. Bait Allah adalah pusat hidup bangsa Israel. Namun, bait Allah belum berfungsi sebagaimana mestinya, belum ada imam dan pemimpin ibadahnya. Oleh karena itu, Allah mengirim Ezra menjadi imam di dalam bait Allah dengan tujuan:
  1. Allah ingin Firman Tuhan kembali diberitakan
  2. Bangsa Israel dapat beribadah kembali kepada Allah

Mas Pur sempat bertanya, jika dulu bangsa Israel juga telah memiliki bait Allah di tanah perjanjian, namun mengapa Allah mengijinkan bait Allah itu dihancurkan dan mereka mengalami pembuangan ke Babel? Jawabannya jelas: karena bait Allah tidak berfungsi sebelumnya. Bangsa Israel memiliki bait Allah namun mereka lebih memilih bukit-bukit penyembahaan dewa Baal. Oleh karena itu, Allah mengijinkan bait Allah dihancurkan dan mereka dibuang ke Babel.
So what?  Apa hubungannya dengan KK? Kita dapat melihat Bait Allah di masa Ezra sebagai KK kita saat ini. Apakah KK kita telah berfungsi sebagaimana mestinya? Apakah sebagai seorang PKK kita telah menjalankan dengan baik tujuan Allah mengirim kita ke dalam sebuah KK: memberitakan Firman Tuhan dan supaya KK kita dapat beribadah kepada Tuhan?

Berbicara mengenai kelompok, Mas Pur bertanya: “’Kelompok’ itu ciptaan siapa? Manusia atau Tuhan?” Jika melihat di Kejadian 1:27, Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya: laki-laki dan perempuan. Yaahh, jangan kecepetan mikir harus berkelompok pasangan laki-perempuan, itu beda pembahasan lagi, tapi yang mau ditekankan disini adalah ‘kelompok’ diciptakan Allah supaya gambar Allah bisa saling menguatkan (karena kita tahu, di dalam pasal-pasal berikutnya, gambar Allah rusak karena dosa). Mas Pur menyimpulkan, purpose dari kelompok ini, atau dalam konteks kita yaitu KK, adalah agar Karakter Allah dalam manusia dapat dipertahankan. Oleh karena itu, setiap Firman Tuhan yang diberitakan dan ibadah yang terjadi di dalam KK kita semua kembali pada purpose utama: Karakter Allah dalam manusia dapat dipertahankan.

Mari kita melihat kembali kondisi KK kita selama ini. Apakah kita menjalankan pertemuan KK hanya karena tradisi, tanpa ada tujuan? Tentu ada perbedaan yang jelas ketika seseorang memimpin dengan atau tanpa tujuan. Sekedar mencetuskan, Mas Pur menyarankan pengurus bidang KK mencoba mengevaluasi PKK bukan sekedar dengan pertanyaan “udah pertemuan berapa kali?” atau “udah masuk sampai MHB bab berapa?” tetapi dengan beberapa pertanyaan ini: “Apakah AKK telah menggambarkan karakter Allah selama mengikuti KK?”, “Bagaimana dengan ups and downs AKK selama ini?” atau “Bagaimana dengan tujuan hidup AKK selama mengikuti KK?” Yahh, serem banget rasanya kalo ditanya seperti itu, tapi memang inilah yang menjadi kehendak Tuhan dan tentu pergumulan kita bersama.

Kualitas
Untuk menjelaskan mengenai ‘kualitas’, Mas Pur memfokuskan kita pada ayat 2-6. Ada 3 hal yang dapat ditarik dari ayat-ayat tersebut:
  • Meyakini otoritas dari Allah

Tentu ada perbedaan ketika kita memimpin dengan keyakinan manusia atau memimpin dengan otoritas Allah. Keyakinan akan otoritas Allah memampukan seorang PKK untuk bisa memperjuangkan pertemuan KK dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk setiap AKK-nya, entah itu menegur ketika AKK berbuat salah atau mendekati personal ketika AKK menjauh dari persekutuan, misalnya.
  • Relasi dengan Firman

Di dalam ayat 6, Ezra dikatakan ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa. Tentu hal ini berhubungan dengan kerinduan dan kemampuan seorang PKK untuk menggali alkitab (istilah kerennya, ber-PA) dan bisa memaknai setiap Firman Tuhan yang akan dibagikan kepada AKK-nya.
  • Meyakini pemeliharaan Allah

Sama seperti Ezra yang “oleh karena tangan Tuhan, Allahnya, melindungi dia”, maka kita pun tidak memiliki alasan untuk tidak meyakini pemeliharaan Allah. Ada banyak kekhawatiran, ketakutan, dan keragu-raguan yang mungkin melanda diri kita sebagai PKK, namun yakinlah bahwa Allah akan selalu memelihara dan menolong kita dalam menjalankan kehidupan pribadi dan pelayanan KK kita.

Apa yang mau disimpulkan dari hal-hal di atas? Keyakinan otoritas Allah, relasi Firman Tuhan, serta keyakinan pemeliharan Tuhan menuntun baik PKK maupun AKK mengalami perubahan hidup yang tertuju kepada Tuhan. Sebagai contoh, Mas Pur mengatakan terkadang PKK menginginkan AKK yang sangaaaaatttttt baik, namun ketika AKK bukan sesuai keinginannya, apa kelanjutannya? Bagaimana sikap PKK ketika menghadapi AKK yang gak berubah2 kelakuan buruknya dari dulu? Apakah ditinggal begitu saja?  Atau jangan2 PKK memperhatikan dan mengusahakan AKK-nya baik hanya agar tidak malu dengan sesama PKK lainnya? Mari kita meneladani Ezra dengan ketiga kualitasnya!

Cara
Bagian terakhir mengenai “bagaimana caranya?” dapat kita perhatikan dari ayat 7-10. Mas Pur berfokus di ayat 10, ada beberapa hal yang dapat diambil:
  • Kata “bertekad” yang digunakan dalam ayat ini sama artinya dengan: set the heart, devoted, prepare, give his heart. “Bertekad” bukan saja semangat di awal, namun bersungguh-sungguh memberikan segala sesuatunya, mendedikasikan dirinya, mempersiapkan segalanya, untuk melakukan tugas tertentu. Demikian juga, apakah PKK telah “bertekad” untuk mempersiapkan diri dalam melayani AKK-nya?
  • Ezra yang telah dikatakan ahli kitab, mahir dalam Taurat Musa, namun masih meneliti kembali Taurat Tuhan sesampainya di Yerusalem. Walaupun Ezra udah jago sejago-jagonya, tetapi dirinya masih mau terus belajar. Demikian juga, sejauh mana PKK mau terus belajar? Mau mencari buku2 bacaan yang tepat dan dapat memperluas pengertian? Mau mencari rekaman-rekaman khotbah yang dapat menolong dan menguatkan?
  • Ezra memberi teladan kepada bangsa Israel dengan melakukan setiap Taurat Tuhan yang ditelitinya
  • Ezra kemudian mengajar dan membimbing bangsa Israel mengenai Taurat Tuhan yang telah diteliti dan dilakukannya terlebih dahulu

Sekedar tambahan perspektif, kembali di ayat 10 secara lengkap dituliskan “Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat Tuhan dan melakukannya serta mengajar …” Dengan definisi “bertekad” sebelumnya, kita dapat melihat bagaimana Ezra mempersiapkan dirinya untuk melakukan ketiga hal tersebut: meneliti, melakukan, dan mengajar. Hal lain yang perlu kita perhatikan adalah urutan Ezra mengerjakannya. Terkadang sebagai PKK, kita mungkin lebih sering mengajar, meneliti, baru kemudian melakukan. “Yang penting disampaikan dulu deh apa yang kita pahami dan patut untuk disampaikan, tapi kalo masalah udah melakukan atau belummm, nanti dulu deh…” Semoga kita bisa meneladani Ezra dalam melakukan pelayanan KK kita.

Mas Pur kemudian mengajak kita melihat hal lain, yaitu dari Ezra pasal 9. Di dalam pasal itu, diceritakan ternyata bangsa Israel jatuh ke dalam dosa perkawinan campur. Lalu kemudian Ezra berdoa kepada Allah. Kesetiaan seorang PKK untuk terus mendoakan AKK-nya sangatlah diperlukan. Kita tidak tahu kapan AKK kita jatuh ke dalam dosa atau mengalami kegagalan di hadapan Allah. Kita juga tidak tahu kapan saatnya AKK kita merasa jauh dari Tuhan, merasa sendiri dalam menghadapi masalah atau tantangan di depannya. Namun, ketekunan kita untuk selalu mendoakan AKK sangatlah berharga di hadapan Tuhan. Jangan pernah putus harapan di dalam doa kita untuk setiap AKK kita!

Terakhir, di pasal 10, Ezra melakukan tindakan nyata untuk menolong bangsa Israel meninggalkan dosanya. Ada kasih dalam perbuatannya. Bagaimana dengan diri kita sebagai PKK? Sudahkah ada kasih yang mau menggerakan kita melakukan tindakan nyata untuk melayani AKK, menolong AKK yang kesulitan, atau bergumul bersama AKK untuk meninggalkan dosa?

Mari, melalui teladan Ezra, kita semakin memperlengkapi diri dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk kemuliaan Allah. Selamat bertumbuh dan berjuang para PKK! God Bless!

Saturday, April 14, 2012

Ayo dibina! - 1

Halo teman2, bersyukur banget ketika ada begitu banyak pembinaan yang boleh aku nikmatin secara pribadi dalam 4 hari terakhir ini. Di tengah tugas ekspansi multipol, PR termodinamika, kuis fismod 2, tapi adalah kerinduanku terbesar untuk bisa berbagi bersama apa yang aku nikmatin. Sekalian, siapa tahu temen2 yang gak keburu datang bisa ada gambaran mengenai Firman Tuhan yang disampaikan dan bisa PA-in perikopnya lagi lebih dalam. Yuk mari kita lihat satu per satu.

Pertama, adalah pembinaan CPKK hari Kamis 12 April lalu. Tema pembinaan CPKK yang pertama ini adalah 4P (Penginjilan, Pemuridan, Pelipatgandaan, Pengutusan). Yup, inilah dasar utama kehidupan kita sebagai murid Kristus yang telah diselamatkan dan menikmati kasih-Nya. Firman ini dibawakan oleh Bang Ronald Oroh (Bang RO), dengan mengambil ayat dari Matius 28:19-20. Ayat ini tentu udah gak asing lagi buat kita:

“Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Oke, kita langsung masuk pada tiap-tiap “P” di atas.
“P” pertama adalah penginjilan. Ada banyak cara penginjilan: PI pribadi, friendship evangelism, KKR, dan sebagainya. Kalo di MIPA, kita tahu ada PIPA (Pengabaran Injil melalui Pendalaman Alkitab) untuk maba2 yang datang dalam kampus MIPA. Perlu kita akui, terkadang kita kesulitan melakukan hal ini. Kita hanya “menunggu” maba2 yang “tersedia” dalam penerimaan mahasiswa baru, kemudian kita memberitakan Injil. Itupun kalau mereka mau, kalo gak yaaa.. sudah selesai begitu saja. Coba bayangkan, pernahkan kita yang justru bergerak mendekati mereka, memberitakan Kebenaran itu kepada mereka?

Berbicara lebih jauh lagi, ini hanya kita lakukan pada orang-orang yang mungkin sudah mengenal Kristus tapi secara istilah “belum dilahirkan kembali/belum lahir baru”. Bagaimana dengan orang-orang yang memang dari awal belum mengenal Kristus sama sekali? Bagaimana dengan mereka yang begitu merindukan Kebenaran itu namun belum menemukannya selama ini? “Habisnya takut nanti mereka nolak…”, “Aku belom jago ngomong, takut gak bisa jawab kalo ditanya yang aneh…” Teman2, ketika kita percaya bahwa Yesuslah the only way, maka adakah alasan untuk kita tidak bersedih hati atau tidak gelisah melihat orang-orang berjalan menuju kebinasaan?

Pengorbanan Yesus tidak berhenti sampai di keselamatan kita, tetapi keselamatan seluruh ciptaan-Nya. Dari semula, Allah adalah Raja. Dia lalu menciptakan dunia dan segala isinya. Allah kemudian menciptakan manusia sebagai wakil Allah untuk memimpin dunia merajakan Allah. Namun, manusia jatuh dalam dosa, bukan saja manusia tetapi seluruh dunia dan ciptaan-Nya jatuh ke dalam dosa. Tetapi Allah berkenan menyelamatkan kita karena kasih-Nya, melalui pengorbanan Yesus, untuk menebus dosa manusia. Ketika manusia diselamatkan, maka seluruh ciptaan-Nya juga diselamatkan-Nya, termasuk dunia dan segala isinya. Pertanyaannya, siapakah kita yang hanya berpuas diri ketika telah menerima keselamatan dari Allah tanpa memedulikan dunia di sekitar kita (baca: orang-orang di sekitar kita)? Siapakah kita yang hanya berdiam diri sedangkan kita sebagai wakil Allah yang bertugas memimpin dunia merajakan Allah?

“P” kedua adalah pemuridan. Dari ayat 20, kita dapat melihat bahwa Yesus menginginkan agar murid2 mengajarkan kepada seluruh bangsa apa yang telah Dia ajarkan kepada mereka. Secara terpisah, Yesus juga berkata bahwa Roh Kudus akan mengajarkan kepada mereka Kebenaran, yaitu keseluruhan alkitab yang merupakan Firman Tuhan.

Ada beberapa hal mengenai pemuridan yang dibukakan oleh Bang RO:
  • Wawasan
Saat ini, kita dapat menerapkan Biblical World View. Wuiihh, apaaan tuh? Ini adalah cara bagaimana kita menerapkan Kebenaran alkitab di dalam kehidupan kita dalam dunia ini. Untuk itu, kita memerlukan kemampuan PA yang baik dan pengertian teologi sistematika yang cukup. Apa maksudnya?

Secara umum kita dapat melihat ada 4 tahap dalam God’s Big Story: Creation, Fall, Redemption, dan Mission. Dari semula Allah menyatakan bahwa semua baik, bahkan Allah melihat manusia sangat baik (Creation). Namun, semua itu dicemari dosa (Fall). Allah kemudian menyelamatkan kita melalui pengorbanan Yesus Kristus supaya kita bisa beroleh perdamaian dengan Allah (Redemption). Dan Allah menyertai kita dalam memperbaiki dunia, membawa dunia (baca: jiwa) untuk Allah dalam kekudusan, kekekalan, kesempurnaan (Mission).

Hal ini menjadi menarik ketika kita melihat keberadaan kita sebagai mahasiswa MIPA. Apa KEUNIKAN orang Kristen di MIPA? Bagaimana integrasi Firman Tuhan dengan ilmu yang kita pelajari saat ini sebagai orang sains? Bang RO memberikan contoh: misalnya kita mempelajari ilmu biologi, maka kita perlu mempertanyakan mengapa ilmu itu ada? (Creation) Apakah ada yang salah/kurang tepat dengan ilmu itu? (Fall) Apa yang bisa diubah/ditransformasikan (Redemption) sehingga menjadi ilmu yang kudus dan sempurna di hadapan Tuhan (Mission)?

Lalu, apa hubungannya dengan KK? Hubungannya baik-baik saja. Namun, terkadang kita perlu mengingat, seringkali kita membedakan KK dengan perkuliahan. KK adalah perkumpulan “rohani” sedangkan perkuliahan/kelompok belajar adalah perkumpulan “sekuler”. Pemuridan yang sejati mencakup bukan hanya pengertian alkitab, tetapi juga bagaimana alkitab begitu berkaitan dengan ilmu yang kita pelajari dan keseharian kita.
  • Karakter
Tentu pemuridan juga mencakup perubahan karakter. Ini adalah suatu proses dan perjuangan bersama. Tiap orang tentu memiliki karakter yang berbeda dan dengan demikian proses dan perjuangan yang berbeda (ada yang cepat, ada yang lambat). Salah satu pertanyaan menarik yang ditanyakan Barry adalah “bagaimana seandainya PKK belum menjadi teladan?”

Yup, tentu itu menjadi kekhawatiran kita bersama. Kita merasa belum layak menjadi PKK dan itu adalah kewajaran! Apakah memang ada di antara kita yang sesungguhnya layak melayani Allah? Tidak ada! Ingat teman2, layaknya seorang budak yang telah dibayar lunas oleh tuannya, demikian kita adalah budak2 Kristus yang telah dibayar lunas oleh darah-Nya. Semua hanya karena anugerah Allah. Justru ketika Allah masih memberikan kesempatan untuk melayani-Nya, kita patut bersyukur. Selain itu, kita juga harus selalu peka dan siap dipakai Kristus dimanapun, kapanpun, sebagai apapun, seturut kehendak-Nya!

Satu hal juga perlu kita ingat bersama adalah teladanilah Kristus, baik itu PKK maupun AKK. Tentu AKK akan melihat bagaimana PKK berperilaku karena kita berbicara mengenai seorang “pemimpin”. Namun, tetap Kristuslah teladan utama. Seorang PKK bukan berarti dirinya telah sempurna dan berhenti bertumbuh, sebaliknya dia perlu untuk terus bergumul dan berjuang menjadi serupa dengan Kristus. Seorang PKK juga perlu terbuka kepada AKK-nya bahwa dirinya bukan malaikat, tetapi sama dengan mereka, adalah manusia yang bisa gagal.
  • Time management
Kemampuan mengatur waktu bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Hal ini perlu dilatih sejak dini. Kita melihat Tuhan memberikan waktu 24 jam sama kepada semua orang tanpa terkecuali, namun mengapa ada yang bisa melakukan banyak aktivitas dan ada yang seolah-olah hidupnya selalu dikejar-kejar? Kuncinya adalah seberapa besar kita mau menaklukan diri sendiri (baca: keinginan untuk leha2, malas2an) untuk bisa berdisiplin dalam menggunakan waktu yang Tuhan telah berikan. Selain itu, penentuan prioritas yang sesuai kehendak Allah sangat diperlukan dalam menjalani pemuridan yang efektif dan berkenan di hadapan Allah.

“P” ketiga adalah pelipatgandaan. Setelah seseorang menjadi murid Kristus, maka bukan berarti selesai  sampai di situ. Kita memerlukan sosok “murid yang memuridkan”

Bayangkan jika dulu murid2 Yesus tidak memuridkan jemaat2 dimanapun Tuhan tempatkan mereka, maka bagaimana caranya Injil itu bisa tersebar sampai ke seluruh dunia dan segala bangsa termasuk diri kita saat ini? 

Bang RO menyampaikan adanya salah satu skill yang dapat mendukung seorang murid memuridkan kembali, yaitu public speaking. Mungkin kemampuan ini sering dianggap kemampuan sekuler atau tidak berkaitan, padahal kemampuan ini sangat membantu dan diperlukan, terutama ketika PKK berinteraksi dengan AKK. Yahh “se-public-public-nya”, berbicara dengan baik di depan dua atau tiga orang AKK juga bukan kemampuan yang dapat muncul dengan tiba-tiba jika tidak dilatih. Hal ini dapat dilatih dengan bergantian memimpin pertemuan KK, misalnya.

“P” terakhir adalah pengutusan. Kata “pergilah” dalam terjemahan bahasa Indonesia seolah-olah menunjukkan kata kerja aktif. Di dalam bahasa aslinya, kata ini digunakan dalam bentuk pasifnya, atau dengan kata lain artinya “didorong Tuhan untuk pergi.” Artinya murid yang siap memuridkan kembali bukan menjalankan tugasnya semata-mata karena keinginan atau kemampuan dirinya sendiri, tetapi karena Tuhan yang mendorong dan mengutusnya.

Salah satu hal lain yang dikemukakan bang RO adalah ketika seseorang pergi, maka seringkali yang menjadi pertanyaan adalah “mau pergi ke mana?” Namun, bang RO mengajak kita untuk memikirkan pertanyaan “mau pergi dari mana?” Jawaban dari pertanyaan “mau pergi ke mana?” tergantung dari Tuhan, Tuhan bisa menempatkan atau menyuruh kita pergi kemanapun yang Dia kehendaki. Namun, jawaban dari pertanyaan “mau pergi dari mana?” sudah begitu jelas: pergilah dari egoismemu, pergilah dari comfort zone-mu, pergilah dari segala ambisi pribadi dan mimpimu yang mungkin bukan sesuai dengan rencana Tuhan.

Kita ingat zaman dahulu murid2 Yesus berusaha untuk tetap di Yerusalem karena sudah merasa nyaman. Namun ketika Tuhan mengijinkan adanya penganiayaan, mereka harus pergi keluar dari kota Yerusalem. Apa hasilnya? Yah inilah kita salah satu hasil “kepergian” murid2 Yesus dari zona nyaman dan aman mereka.

Mari kita bisa taat dan tunduk akan perintah Tuhan, rela untuk pergi dan keluar dari kotak nyaman (apapun itu bentuknya bagi setiap kita) untuk mengabarkan Kebenaran itu. Kita melakukan/mengusahakan bukan apa yang bisa kita kontrol, tetapi mengerjakan apa yang Tuhan kontrol dan kendalikan dalam kehidupan kita!

Selamat bergumul teman2 (sesama) CPKK! God Bless!

Sunday, April 8, 2012

Mari jalan-jalan ke Emaus

Untuk memulai perenungan ini, mari kita bayangkan seorang anak yang lagi jalan-jalan di mall. Di tengah mall, lagi asyik2nya jalan, anak itu berpapasan dengan orangtuanya. Kemudian papa mama dari anak itu bertanya kepada dia, “Mau kemana nak?” Lalu anak itu menjawab “Mau ke bioskop om, tante! Om sama tante sendiri lagi mau kemana?” Pertanyaannya, apa yang sang orangtua pikir setelah anaknya menjawab seperti itu? Ada beberapa kemungkinan: “Ini anak kurang ajar! Dari kecil udah digedein, sekarang udah gede mau dikecilin lagi, hah?!” atau “Ini anak ada yang salah deh keknya! Lagaknya gak normal!” Kita bisa menyimpulkan kira-kira inilah yang mungkin dipikirkan sang orangtua.

Kondisi ini membantu kita memaknai dan merasakan kembali, bagaimana keadaan yang kita baca dalam perikop Lukas 24:13-49. Dikatakan pada hari itu, dua orang murid2 berjalan ke Emaus. Murid2 siapakah itu? Di dalam perikop ini dikatakan, mereka adalah murid2 Yesus, seorang bernama Kleopas dan satu lagi tak disebutkan namanya. Namun, pada ayat2 berikutnya, apakah mereka menunjukkan ciri-ciri sebagai murid Yesus?

Perjalanan ke Emaus ditulis kira-kira tujuh mil jauhnya. Tujuh mil itu kira-kira dari tempat makan mie babi (yah GKI Depok lah sama aja) ke stasiun Lenteng Agung. Waktu perjalanan mereka lebih dari cukup untuk mengenal rekan bicara mereka, terlebih lagi, rekan bicara yang telah bersama-sama dengan mereka selama lebih kurang 3 tahun. Apa yang membuat mereka tidak mengenali Yesus yang bangkit dan menjumpai mereka?

Lukas mencatat di ayat 21 bahwa mereka salah mengerti konsep Mesias yang Yesus sampaikan. Teriakan “hosanna” ketika Yesus masuk ke Yerusalem ternyata buat mereka kini tidak tergenapi. Mengapa? Karena sudah 3 hari, Yesus mati namun justru mereka mendapatkan mayat-Nya hilang. Mereka berpikir Yesus yang tadinya adalah Mesias yang akan menyelamatkan bangsa Israel berakhir mati di kayu salib. Lebih daripada itu, jika kita mau melihat lebih dalam, mereka sedih dan hilang kepercayaan. Itulah sebabnya mereka pergi ke kampung Emaus, dengan penuh keragu-raguan dan kesedihan. Pertanyannya adalah siapakah fokusnya? Diri mereka yang kehilangan “Mesias” atau Yesus yang telah mati untuk menebus dosa manusia?

Bagaimana dengan diri kita? Sebagai orang Kristen, kita mengamini momen paska adalah saat dimana Yesus yang telah mati untuk menebus dosa dan memberikan keselamatan kepada kita, bangkit untuk menggenapi penebusan itu. Tetapi sekarang, mari kita bertanya: ketika Yesus yang bangkit itu menjumpai kita, apa respon kita? Egoisme dan kepentingan sendiri terkadang membuat kita tidak mengenali Yesus yang bangkit dan menjumpai kita. Rasa marah, sedih, kecewa, tidak nyaman, bahkan kehilangan harapan sering membuat kita tidak mengenal Yesus yang mau menyapa kita melalui Firman-Nya. Atau mungkin, seringkali kita disibukkan dengan hal-hal lain: pelayanan kita yang (katanya) merupakan bentuk kasih kepada Tuhan, studi kita yang (katanya) merupakan bentuk pelayanan kita juga, pikiran2 kita yang (katanya) tertuju pada visi Tuhan, karena itu ketika Yesus yang bangkit menjumpai kita, kita tidak mengenal-Nya karena saking sibuknya.

Apa yang terjadi setelah murid2 menyadari bahwa rekan bicara mereka adalah Yesus? Yesus lenyap. Yup, Dia lenyap dari tengah-tengah mereka. Namun, bukan berarti kuasa-Nya juga lenyap. Kedua orang murid-Nya ini kemudian bergegas kembali menuju Yerusalem untuk menceritakan bagaimana perjumpaan mereka dengan Yesus yang telah bangkit. Perjalanan ke Emaus yang tadinya merupakan perjalanan pelarian, sekarang menjadi perjalanan yang memantapkan, yang menguatkan mereka untuk bisa berbagi dan bersaksi. Kuasa kebangkitan Yesus memampukan mereka untuk menjadi saksi kebangkitan-Nya!

Kembali lagi, bagaimana diri kita selama ini? Bertahun-tahun kita mengenang kematian Yesus dan merayakan kebangkitan-Nya, namun sudahkah kita menjadi saksi kebangkitan-Nya? Sudahkah kita menjadi saksi bagi karya keselamatan dan kasih-Nya atas manusia melalui perkataan, tingkah laku, dan pikiran kepada sesama kita dalam kehidupan sehari-hari? Sudahkah kita menemukan “jalan” yang memantapkan kita untuk berbagi, melayani dengan kasih, bersaksi atas Yesus yang berkuasa dalam hidup kita?

Teman2, batu itu telah berguling! Yesus yang bangkit menjumpai kedua orang murid-Nya di tengah perjalanan mereka melarikan diri dari kesedihan, kehilangan pengharapan, dan ketakutan. Yesus yang bangkit menjumpai mereka di saat mereka kesal, sedih, kecewa akan keadaan yang dialami mereka, ternyata tidak berjalan sesuai dengan keinginan mereka. Namun, Yesus yang bangkit itulah yang membukakan mata mereka, membantu mereka mengerti maksud kedatangan Yesus dan apa yang tertulis dalam kitab suci. Yesus yang bangkit itulah yang memampukan mereka untuk berbagi dan bersaksi atas kebangkitan dan perjumpaan mereka dengan diri-Nya.

Yesus yang bangkit itulah yang juga menjumpai kita saat ini. “Batu” yang ada di hati kita telah digulingkan dengan kuasa-Nya. Yesus yang bangkit itulah yang memampukan kita berbagi kepada sesama dan menjadi saksi kebangkitan-Nya melalui seluruh aspek hidup kita. Selamat paska 2012! Yesus yang bangkit itu menjumpai kita semua(:

Direnungkan dari:
Kebaktian Perayaan Paska GKI Depok – Yesus yang Bangkit, Menjumpaiku!
Perayaan Paska GKI Samanhudi – Kristus Bangkit, Kasih Bersambut, Karya Bersahut!

Friday, March 23, 2012

Mau dibawa ke mana KK kita?

Wah udah lama gak nulis, tapi bersyukur banget masih punya kesempatan buat meringkas salah satu pembinaan yang ada di PO FMIPA, yaitu Pembinaan PKK – sering disebutnya P2K2. P2K2 di awal semester ini bertema “Mau dibawa ke mana KK (Kelompok Kecil) kita?”, dibawakan oleh Kak Febyan. 

Kak Febyan dengan mudah berkata "Buat menjawab tema ini, tentu saja, membawa AKK kepada Tuhan! Kalo misalnya bukan kesana, maka perlu dipertanyakan PKK tersebut!" *Yaahh iya juga sih, kalo begitu selesailah pembinaannya, gak perlu panjang lebar. Hahaha. Tapi bagaimana pelaksanaannya? Kak Febyan mengambil bahan bacaan dari 2 Petrus 1:13-16 (sambil dibuka dan dibaca yaa perikopnya). Ada 3 poin besar yang diambil dari perikop ini:
  • Layani AKK hingga berpegang teguh pada Firman Tuhan
Petrus di dalam ayat 13 menyampaikan dengan tegas bahwa adalah KEWAJIBAN dirinya untuk tetap MENGINGATKAN setiap pengajaran yang telah disampaikannya mengenai kebenaran Yesus. Seorang PKK bukan saja berhenti pada memberitakan Firman Tuhan sesuai bahan MHB atau bahan lainnya, tetapi berkewajiban untuk terus mengingatkan akan Firman yang telah disampaikan kepada AKK-nya. Tidak jarang kita menemukan seseorang yang telah melayani begitu hebatnya atau ber-PA begitu baiknya namun masih sering meninggalkan saat teduhnya. Seorang PKK (sekali lagi) berkewajiban untuk mengingatkan AKK-nya untuk terus berpegang teguh pada Firman Tuhan, BUKAN sekedar tahu, tetapi kuat dan memegang teguh Firman itu (Lihat juga 2 Timotius 3:14 yaa).

*Refleksikan kembali: apakah selama ini teman2 sebagai PKK sudah setia mengingatkan setiap Firman yang telah dibagikan kepada AKK? Apakah selama ini teman2 hanya mengejar bahan MHB? Jangan ragu untuk berhenti sejenak dan merefleksikan kembali bersama AKK: apakah Firman yang telah disampaikan melalui bab-bab MHB sebelumnya telah diaplikasikan dengan baik? (misal: ketika kita telah membahas MHB sampai bab 6 atau 7, ingat kembali bab 2 dan bab 3 MHB mengenai saat teduh dan doa, perhatikan kembali apakah AKK telah bersaat teduh dan memiliki jam doa yang teratur? Ingatkan kembali Firman Tuhan, esensi mengenai saat teduh dan doa)
  •  Selalu siap mengingatkan Firman Tuhan
Petrus selalu berusaha untuk tetap tekun dalam mengingatkan kebenaran Tuhan “selama dia belum meninggalkan kemah tubuhnya.” Apa artinya? Petrus selalu SIAP kapanpun, SELAMA hidupnya untuk tetap mengingatkan sampai jemaat berpegang teguh di dalam Firman Tuhan. Seorang PKK bukan saja menjaga komitmennya untuk memperhatikan AKK dalam jangka waktu tertentu (2 tahun, 1 tahun, 1 semester mungkin?) tetapi selama hidupnya! Seorang PKK juga harus selalu siap dalam memperhatikan kebutuhan rohani AKK-nya, baik itu mengajarkan Firman Tuhan yang baru maupun mengingatkan kembali Firman yang telah diterima oleh AKK-nya.


*Refleksikan kembali: apakah selama ini teman2 sebagai PKK telah berusaha untuk selalu siap dalam melayani AKK di tengah kesibukan (baca: praktikum, skripsi, kuliah, penelitian) dan kelelahan teman2? Apakah teman2 telah berusaha untuk peka melihat kebutuhan AKK dan selalu mengajaknya untuk berpegang teguh di dalam Firman Tuhan? Untuk PKK “tua” (hehehe :p), bagaimana kelanjutan KK setelah teman2 lulus nanti? Mari berusaha untuk selalu tetap kontak -bukan sekedar pertemuan KK- dan mengetahui keadaan AKK! Mari gunakan seluruh metode yang teman2 miliki untuk tetap mengajarkan dan mengingatkan Firman Tuhan untuk AKK (:
  •  Melayani sampai meninggalkan warisan
Petrus di ayat 15 menyebutkan “supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu mengingat semuanya itu”. Pada akhirnya, akan tiba saatnya seorang PKK tidak bisa bertemu secara rutin lagi dengan AKK, entah karena kesibukan, pekerjaan, atau hal lainnya. Inilah ajakan untuk teman2 menjalankan panggilan sebagai PKK saat ini bukan sekedar untuk menghasilkan AKK yang pandai ber-PA atau melayani ke sana-sini, melainkan AKK yang berpegang teguh dan kuat pada Firman Tuhan dan pada akhirnya mau memuridkan kembali.

*Refleksikan kembali: apakah yang menjadi tujuan teman2 selama ini dalam menjalani panggilan teman2 sebagai PKK? apakah teman2 sekedar menjalankan panggilan PKK sebagai rutinitas dan kewajiban? apa tujuan akhir teman2 dalam memimpin KK: menyelesaikan tugas panggilan? membina “murid yang memuridkan”? Apakah teman2 telah menyadari visi Tuhan atas KK teman2?

Kak Febyan juga mengambil salah satu bagian alkitab yang menurutku menarik banget, yaitu Yohanes 21:15-19 

baca dan nikmatin dulu yaa sebelum lanjut baca karena perikop ini keren banget, coba renungkan dahulu sesaat (:

Mungkin temen2 udah familiar dengan perikop alkitab ini: Yesus memberikan “perintah” kepada Petrus untuk menggembalakan kawanan domba Allah. Aku mungkin gak akan membahas secara mendetail tapi semoga lewat poin-poin berikut ini dan perenungan perikop di atas, teman2 bisa mendapatkan dan menikmati penguatan dari Tuhan dalam menjalani panggilan PKK:

·         Senantiasa menyadari panggilan Tuhan dalam menjalani panggilan PKK
Mari kita terus bertekun dan peka untuk mengetahui visi yang Tuhan berikan kepada teman2 ketika teman2 sampai saat ini masih diberi kesempatan menjadi PKK
·         Kasih kepada Tuhan yang memampukan kita melayani AKK dengan segenap hati
Perhatikan Yesus yang selalu bertanya terlebih dahulu “apakah engkau mengasihi-Ku?” kepada Petrus, baru memberikan perintah “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yesus bahkan bertanya sampai 3 kali hingga Petrus merasa sedih hati. Ketika Yesus memberikan pertanyaan yang sama kepada setiap kita, apa jawabmu?
·         Kerelaan menghadapi resiko/tantangan dalam melayani yang terbaik untuk AKK
Perhatikan Yesus yang telah memberitahukan apa yang akan Petrus alami (ayat 18), bagaimana dirinya akan mati untuk memuliakan Allah (ayat 19), tetapi lihat keteguhan hati Petrus. Maukah kita meneladani kerelaan Petrus dalam menghadapi tantangan/resiko untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada AKK
*Kak Febyan juga membagikan bagaimana sejarah gereja mencatat ketika itu pengikut Kristus sedang dianiaya, sehingga jemaat meminta Petrus meninggalkan Roma agar tidak ditangkap. Awalnya, Petrus menolak tapi lama kelamaan Petrus akhirnya meninggalkan Roma. Sejarah gereja mencatat di tengah perjalanan meninggalkan kota Roma, Petrus bertemu Yesus yang justru sedang berjalan ke arah kota Roma. Petrus bertanya “Quo vadis domine?”  (mau kemana kau pergi Guru?) dan Yesus menjawab “Eo Romam iterum crucifigi” (Aku menuju Roma untuk disalibkan kembali). Petrus akhirnya memutuskan untuk kembali ke Roma dan tinggal bersama jemaat, menguatkan, memberitakan Firman, sampai akhirnya Petrus ditangkap dan disalibkan dengan kepala di bawah atas permintaannya sendiri.
·         Fokus terhadap tanggung jawab pelayanan teman2 sebagai PKK
Dalam Yohanes 21:20-23, setelah mendapatkan perintah untuk menggembalakan domba-domba Allah serta diberitahu bagaimana dirinya akan mati dan memuliakan Allah, Petrus sempat bertanya kepada Yesus apa yang akan terjadi dengan Yohanes. Apa jawab Yesus? “…itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.” Teman2, sudahkah kita memprioritaskan KK? Memperjuangkan pertemuan KK? Mengatur pelayanan yang kita lakukan untuk bisa menyediakan waktu ekstra dan lebih berfokus pada setiap AKK melalui kontak sehari-hari, pertemuan KK, atau cara lainnya?
·         Saling memperlengkapi, menegur sesama gembala 
Jangan ragu untuk saling menasihati, mengingatkan, menolong jika ada yang terjatuh, menguatkan jika ada yang terluka. Justru itulah yang Tuhan kehendaki sebagai sesama anggota tubuh Kristus.

Inilah teman2 apa yang boleh aku nikmati secara pribadi ketika bisa hadir di P2K2. Semoga teman2 bisa semakin memperlengkapi diri dan berserah penuh dalam Tuhan menjalani panggilan sebagai PKK. Feel free untuk mem-PA-kan kembali perikop2 yang telah dibahas untuk semakin menghayati dan memaknai teladan Petrus atas kasihnya kepada Yesus dan dalam menggembalakan domba-domba-Nya. 
Pesan sponsor: Jangan lupa untuk mengajak KK-mu datang di KK Gathering 28 April 2012! Godbless (:

Monday, January 23, 2012

Taat itu ...

Haloo lagi, gak bosen2nya nih mau membagikan sharing yang boleh aku nikmatin. Kali ini, salah satu temenku Chatrin yang boleh sharing singkat tentang ketaatan. Makasi yaa Chatrin (: 

Kenalan dulu, jadi Chatrin itu anak Farmasi angkatan 2010. Waktu sharing ini, dia lagi melayani sebagai staff bidang acara untuk retreat POFMIPA 2012. Waktu itu, aku gak sengaja sempet ikut rapat pleno panitia retreat (ceritanya aku bukan panitia retreat, jadi gak ada rencana) karena keadaannya kejebak hujan, dan saat mau persekutuan doa, Chatrin membawakan sharing Firman ini.

Semuanya berawal ketika Allah menciptakan manusia. Kita sebagai orang percaya meyakini bahwa tujuan kita manusia diciptakan adalah untuk memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Kita ingat bagaimana Adam dan Hawa hidup di taman Eden, dekat dengan Allah, memuliakan dan menikmati kasih Allah atas diri mereka. Namun, manusia kemudian jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan manusia membuat hubungan manusia dengan Allah terputus. Tetapi, kembali lagi kasih Allah yang menyelamatkan kita, melalui pengorbanan Yesus di kayu salib, kita dimampukan untuk hidup sebagai manusia baru.

Pertanyaannya berikutnya adalah lalu apa yang akan kita lakukan? Kita boleh katakan sebagai manusia baru kita berjuang untuk hidup kudus, menjadi murid Yesus yang ideal, semakin serupa dengan-Nya. Oleh karena itu, ada beberapa “item kekudusan” yang kita selalu usahakan miliki dalam kehidupan sebagai manusia baru, misalnya hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan (saat teduh dan doa pribadi setiap harinya), perbuatan yang baik kepada sesama, atau karakter yang membangun.

Namun mari kita lihat nyatanya, sebagai manusia baru, ada 3 sikap yang mungkin kita alami dan jumpai:
1. Aku vs Tuhan
Artinya, terkadang kehendak kita masih berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kita masih terus bergumul untuk melawan kehendak2 kita yang sebenarnya kita tahu salah dan gak berkenan di hadapan Tuhan. Kadang2 kita juga masih kalah dengan keinginan pribadi kita, dan rasanya kesal ketika kita harus taat kepada perintah Tuhan.

2. Aku, Tuhan
Artinya, kehendak kita mungkin sudah sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita menyadari apa yang Tuhan ingin kita lakukan dalam hidup ini, namun yang menjadi permasalahan adalah kita melakukan segala kehendak-Nya dengan terpaksa. Kita melakukannya karena disuruh, kebiasaan, rutinitas, dan menganggapnya sebagai kewajiban/beban yang harus kita lakukan

3. Aku dengan Tuhan
Artinya, kita puas di dalam Tuhan. Kehendak kita merupakan kehendak Tuhan, dan kita melakukannya dengan kesadaran penuh bahwa Tuhanlah yang memiliki kehidupan kita dan telah menyiapkan rencana terbaik untuk hidup kita. Kehendak Tuhan merupakan kehendak terbaik yang berharga untuk kita pilih dan lakukan di dalam hidup.

Kita bisa menyimpulkan ketaatan sebagai manusia baru yang berjuang hidup kudus dalam kalimat ini:
“Obedience is not submission; it is a celebration of two minds bound in one desire”
Ketaatan kita dalam melakukan kehendak Tuhan bukan lagi diwarnai dengan pergumulan melawan keinginan pribadi atau pergumulan karena terpaksa, tetapi dengan penuh kesadaran melakukannya dan menikmati setiap langkahnya di dalam Tuhan.

Namun, ada beberapa hal juga yang perlu diingat mengenai ketaatan. Ada 2 hal yang perlu kita ingat sebagai orang Kristen yang berusaha taat kepada kehendak Allah:
1. Ketaatan hanyalah sarana, bukan tujuan
Ketika kita boleh dibina dan dibentuk, maka tujuan akhir kita adalah sama seperti kita diciptakan, yaitu bisa memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Ketaatan yang menghasilkan buah seperti saat teduh dan doa pribadi yang rutin, karakter yang baik, pelayanan yang aktif, hubungan dengan orang lain yang saleh, bukan menjadi tujuan utama kita. Dengan kata lain, Tuhan tidak meminta sate dan doa rutin, Tuhan tidak meminta karakter yang baik terhadap sesama, tetapi Tuhan meminta hidup yang memuliakan Allah, bukan ketaatan dan tunduk semata akan perintah-Nya.

2. Ketaatan/kesalehan justru adalah modal untuk sombong
Analoginya seperti ini: misalkan karena dosa, diri kita dan Tuhan terpisah sejauh 5 m. Salib Yesuslah yang menjadi jembatan yang menghubungkan keduanya. Kemudian dengan ketaatan kita (saat teduh, doa pribadi, pelayanan) kita merasa diri kita selalu bersikap benar dan sesuai kehendak-Nya. Kita merasa berhasil menjauhi dosa dan mengikis jarak antara diri kita dengan Tuhan dari 5 m hingga akhirnya tidak ada jarak sama sekali. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah kita merasa tidak memerlukan jembatan (salib Yesus) itu lagi dan kita merasa setara dengan Tuhan oleh karena ketaatan dan kekudusan/kesalehan diri kita.

Mari kita melihat teladan Paulus. Kita semua mengenal Paulus, dari sesosok orang yang mengejar pengikut Kristus, mengalami perjumpaan dengan Kristus dan bertobat, sampai akhirnya dimampukan untuk melakukan pelayanan sebesar itu, namun apa yang dikatakannya mengenai dirinya?

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itulah aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. ~1 Timotius 1:15-16a

Aneh bukan? Paulus yang udah melakukan pelayanan ke sana-sini, pengabaran Injil ke berbagai daerah, namun mampu berkata bahwa dirinyalah yang paling berdosa dari semua orang berdosa. Kesadaran Paulus untuk bergantung akan salib Yesus yang merupakan anugerah -sesuatu yang sesungguhnya tidak layak diterimanya- menimbulkan kesadaran akan dosa sekaligus ketaatan kepada kehendak Tuhan, bukan untuk membenarkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, namun agar bisa memiliki kehidupan yang memuliakan Allah.

Kiranya kita sebagai murid Kristus bisa mengingat kembali ketaatan kita terhadap kehendak Tuhan. Kita bisa berjuang untuk hidup kudus, sesuai Firman-Nya, bertumbuh melalui saat teduh dan doa pribadi kita, berbuah melalui pelayanan dan hubungan kita dengan orang lain, namun lebih daripada itu semua, Tuhan tidak meminta ketaatan kita, tetapi hidup yang memuliakan Dia dengan menikmati-Nya. Selamat menikmati Tuhan melalui ketaatan diri kita! God Bless (:

Again, Tentang Melayani

Fiuhh.. akhirnya selesai juga segala UAS dan proyek2 di semester ini. Gak nyangka bisa melalui ini semua, dalam rentang 2 minggu, ada 5 ujian dan 3 proyek akhir! Thanks God (:

Nah, kebetulan lagi ada waktu kosong ini malem, aku rindu untuk membagikan salah satu Firman Tuhan yang aku nikmati, yaitu saat PHP retreat POFMIPA 2012 tanggal 7 Januari kemarin. Kak Febyan yang membawakan Firman mengambil perikop dari Lukas 9:10-17. Perikop ini berceritakan tentang Yesus yang memberi makan lima ribu orang. Mungkin cerita ini udah gak asing lagi buat kita, hanya karena kuasa Allah-lah, mukjizat dan peristiwa ini bisa terjadi, namun kali ini kita akan mencoba melihat dari sisi pandang murid2 dan Yesus dalam melakukan pelayanan. Inilah yang menjadi persiapan aku secara pribadi dalam pelayanan di retreat, dan menjadi pegangan untuk kita semua dalam menjalani keseharian.

Ceritanya diawali dari Yesus dan murid2 sedang “retreat” ke sebuah kota Betsaida. Ada apa sampai mereka “retreat” ke Betsaida? Secara kronologis, kita dapat melihat di Lukas 9:1-2, Yesus memberikan kuasa kepada murid2-Nya untuk memberitakan kerajaan Allah dan menyembuhkan orang banyak. Penyertaan Allah dan ketaatan murid2 terhadap perintah Yesus memberikan hasil yang luar biasa, banyak orang yang mendengar berita baik dan disembuhkan, orang banyak kemudian mengikut mereka, bahkan Herodes pun mendengar kabar ini (Lukas 9:9). Tentu pelayanan sebesar ini memakan tenaga murid2. Markus 6:30-31 menjelaskan bagaimana murid2 tidak sempat makan, sungguh lelah, sehingga akhirnya Yesus mengajak mereka untuk pergi ke tempat yang sunyi. Jadi sekarang kita tahu bahwa waktu itu, keadaan murid2 sangat lelah, mau istirahat, dan Yesus mengajak mereka “retreat” ke Betsaida.

1. Panggilan untuk Memiliki Hati Pelayan
Setelah Yesus dan murid2 menyingkir, ternyata orang banyak mengikuti mereka. Bayangkan, ketika lu lagi lapar, capek, ngantuk karena seharian melayani atau menolong orang, namun di saat lu mau break sejenak, tetep aja masih ada orang yang minta bantuan atau minta tolong? How would you feel? Secara manusiawi, pasti enggan banget buat bergerak, menolong, atau bahkan mendegarkan pun malas rasanya. Tapi, di dalam ayat 11, Yesus memberikan teladan kepada kita, yaitu dengan melayani mereka: memberikan apa yang mereka butuhkan!
*Loh tapi Yesus kan gak keliling2 seperti murid2-Nya? Dia gak capek donk? Ternyata gak seperti itu keadaannya. Di dalam Markus 6:6b, disebutkan sembari mengutus murid2 berdua-berdua dalam melayani, Yesus juga berkeliling dari desa ke desa memberikan pengajaran. Pada saat itu pula, Yesus dalam keadaan berduka karena saudara-Nya, Yohanes Pembaptis, telah dibunuh. Aku cukup yakin, keadaan Yesus pada waktu itu bukanlah seorang guru yang berleha2 sekedar menunggu laporan murid2 yang berkeliling.

Di dalam Markus 6:34, disebutkan “tergeraklah Hati-Nya … mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala.” Di dalam bahasa aslinya, “tergeraklah Hati-Nya” menggunakan kata yang berarti jeroan yang bergetar.
*Pada waktu itu, orang-orang memercayai bahwa jeroan merupakan sumber perasaan/belas kasihan. Jeroan yang bergetar artinya perasaan yang kuat (passionate) karena belas kasihan yang muncul.

Dari 2 ayat ini saja, apa yang bisa direfleksikan bagi diri kita sendiri: 
Apakah kita memiliki hati yang tidak bisa tinggal diam melihat orang yang butuh dilayani? 
Pertanyaan ini secara mendasar mempertanyakan kembali, apa motivasi kita dalam melayani? Permintaan? Rutinitas? Kebiasaan? Kewajiban? Personal gain? Belas kasihan? Ucapan syukur? Jeroan yang bergetar?  Hati yang tergerak? Apapun jawabannya, secara singkat aku mau membagikan beberapa bagian alkitab yang bisa membantu kita memahami sebuah pelayanan:
  • Diakonos (Markus 10:43-45): bahasa asli dari kata “pelayan” yang digunakan dalam ayat tersebut, artinya adalah pelayan meja, orang yang berdiri tepat di samping meja makan, melayani segala kebutuhan orang yang makan hingga mereka puas dan selesai makan. Pekerjaan seperti apakah itu? Apakah ada prestise-nya? Namun seperti itulah, Yesus menggambarkan seorang pelayan.
  • Paulus menjelaskan dalam 2 Timotius 2:3-6, yang dapat disimpulkan menjadi 3 kata: dedikasi (ayat 3-4), disiplin (5), dan determinasi (6)


2. Panggilan untuk Melayani dengan Kuasa Kristus
Oke, kembali ke perikop kita. Ketika tadi kita melihat Yesus melayani orang banyak, namun apa yang dilakukan murid2? Yup, tidak ada yang dilakukan. Bahkan mereka membiarkan Guru mereka melayani orang banyak tersebut hingga hari mulai malam, dan akhirnya keluarlah kalimat ini: “Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan.” Dengak kata lain, murid2 mau bilang, “Yasudah Guru, suruh mereka pergi dan biarlah orang lain melayani mereka karena kami sudah lelah!”
*Pikiran kritis lagi, kok tega sih murid2 berkata seperti itu? Pada waktu itu, berlaku hukum taurat mengenai hospitality, dimana ketika ada seorang musafir/pengembara yang melakukan perjalanan dan menumpang untuk makanan dan menginap, maka adalah kewajiban bagi pemilik rumah untuk menerima dan melayani mereka. Jadi, ketika murid2 berkata “suruh mereka pergi…”, murid2 beranggapan orang lain akan melayani mereka karena hukum taurat tersebut.

Yesus sempat menegur dan memerintahkan murid2 untuk memberi makan. Namun apa respon murid2? Aku membayangkan dengan nada ogah2an murid2 menjawab: “Yang ada pada kami tidak lebih dari 5 roti dan 2 ikan, Guru. Masa kami harus membeli makanan untuk orang sebanyak ini?”

Ironi sekali. Kenapa? Padahal pagi2nya, mereka baru saja berhasil melayani orang banyak dengan kuasa Kristus. Gak cuma berhasil menyembuhkan 1-2 orang, namun orang banyak mendengar kabar baik bahkan Herodes sampai mencari-cari siapa yang melakukan ini. Mereka berkumpul dengan Yesus, menceritakan bagaimana keberhasilan mereka dalam melayani. Tetapi di saat seperti ini, murid2 lupa akan kekuatan yang menyertai mereka. Di saat seperti ini, mereka mengandalkan kekuatan, kapabilitas, kemampuan diri mereka sendiri.

Apakah kita juga demikian? 
Berpegang penuh pada kuasa Kristus saat kita semangat melayani namun pada akhirnya lupa akan semuanya dan mengandalkan kekuatan diri sendiri di saat lelah? 
Sayang banget ya rasanya. Kalau boleh sharing, refleksi untuk diriku secara pribadi dalam pelayanan di retreat ini adalah: Ketika aku udah bisa melakukan pelayanan selama beberapa bulan terakhir, berhasil menyelesaikan semester ini, bisa memasuki masa liburan, dan rasanya pengen banget lepas kejenuhan dan kelelahan, namun aku masih memiliki kesempatan untuk bisa melayani di retreat, masihkah aku mengingat penyertaan Yesus selama ini? Apakah aku sama seperti murid2 yang mengandalkan kekuatan sendiri? Siapakah sumber kekuatan sesungguhnya yang memampukan aku bisa melayani sampai saat ini?
Mungkin keadaannya berbeda untuk setiap kita, tetapi fokusnya tetap: dengan kekuatan siapakah kita melayani? Kristus atau diri kita?

3. Panggilan untuk Kerjakan Tugas dengan Tuntas
Nah, yang terakhir, setelah itu Yesus berkata kepada murid2 untuk mengatur orang banyak itu duduk berkelompok, satu kelompok 50 orang. Di dalam ayat 14, disebutkan ada kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak kecil, jadi secara kasar, kira-kira dibentuk 100 kelompok yang isinya masing-masing 50 orang. 100 kelompok!

Krik..Krikk..Krikk…

100 kelompok! Yup, 100 kelompok. Apa yang spesial? Bayangkan 12 orang (yang merasa sudah sangat lelah, capek, ingin istirahat) mengatur 5000++ orang (yang membutuhkan makanan) terbagi menjadi 100++ kelompok ketika hari mulai malam. Udah bagus mau disuruh duduk, belum lagi disuru geser2 duduknya, belum lagi ditanya2 mau ngapain, atau ada yang emosi karena lapar dan lelah. Apakah cuma 15-30 menit melakukan ini semua? Berdasarkan pengalaman, sepertinya butuh waktu berjam2 untuk mengkondisikan orang banyak tersebut.

Apa yang mau kita pelajari? Kita melihat ketaatan murid2 melakukan satu per satu perintah Yesus hingga tuntas. Coba misalnya, ketika Yesus menyuruh murid2 mengondisikan orang banyak tapi di tengah2 mereka balik ke Yesus dan bilang “Haduh Guru, nyerah deh, udah encok pinggangku mengatur orang-orang ini” lalu masuk dan tidur. Tidak seperti itu! Murid2 melakukan apa yang menjadi bagian mereka dalam memberi makan 5000 orang sampai tuntas. Murid2 mungkin tidak tahu apa yang akan Yesus lakukan dengan menyuruh mereka duduk berkelompok, namun mereka tetap taat mengerjakan bagian mereka sampai tuntas.

Sama halnya dengan diri kita, ketika kita mengimani bahwa pelayanan yang kita lakukan sesungguhnya adalah milik Tuhan, entah itu retreat ini, pekerjaan, tugas-tugas, pelayanan gereja, studi, atau kesempatan lainnya, maka kerjakanlah bagian kita sampai tuntas! Kita mungkin tidak tahu bagaimana akhir dari seluruh pelayanan kita, yang kita hadapi saat ini adalah keadaan yang sulit dan membutuhkan pengorbanan dari diri kita, namun tetaplah bertekun dan taat mengerjakan bagian pelayanan kita karena itulah yang dikehendaki Tuhan.

Oke, itulah yang boleh aku nikmati lewat perikop singkat Lukas 9:10-17, berharap kita semua bisa kembali memaknai segala bentuk pelayanan kita untuk Tuhan, baik itu melalui pelayanan gereja, kepanitiaan, studi, pekerjaan, tugas-tugas, dan keseharian kita lainnya. Kiranya melalui pelayanan kita, orang-orang bisa semakin mengenal Kristus, dan diri kita bisa semakin memaknai penyertaan dan kuasa-Nya. Selamat melayani! Godbless (: