take baby steps along the way and in the end you will have reached your goal!

Monday, January 23, 2012

Taat itu ...

Haloo lagi, gak bosen2nya nih mau membagikan sharing yang boleh aku nikmatin. Kali ini, salah satu temenku Chatrin yang boleh sharing singkat tentang ketaatan. Makasi yaa Chatrin (: 

Kenalan dulu, jadi Chatrin itu anak Farmasi angkatan 2010. Waktu sharing ini, dia lagi melayani sebagai staff bidang acara untuk retreat POFMIPA 2012. Waktu itu, aku gak sengaja sempet ikut rapat pleno panitia retreat (ceritanya aku bukan panitia retreat, jadi gak ada rencana) karena keadaannya kejebak hujan, dan saat mau persekutuan doa, Chatrin membawakan sharing Firman ini.

Semuanya berawal ketika Allah menciptakan manusia. Kita sebagai orang percaya meyakini bahwa tujuan kita manusia diciptakan adalah untuk memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Kita ingat bagaimana Adam dan Hawa hidup di taman Eden, dekat dengan Allah, memuliakan dan menikmati kasih Allah atas diri mereka. Namun, manusia kemudian jatuh ke dalam dosa. Kejatuhan manusia membuat hubungan manusia dengan Allah terputus. Tetapi, kembali lagi kasih Allah yang menyelamatkan kita, melalui pengorbanan Yesus di kayu salib, kita dimampukan untuk hidup sebagai manusia baru.

Pertanyaannya berikutnya adalah lalu apa yang akan kita lakukan? Kita boleh katakan sebagai manusia baru kita berjuang untuk hidup kudus, menjadi murid Yesus yang ideal, semakin serupa dengan-Nya. Oleh karena itu, ada beberapa “item kekudusan” yang kita selalu usahakan miliki dalam kehidupan sebagai manusia baru, misalnya hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan (saat teduh dan doa pribadi setiap harinya), perbuatan yang baik kepada sesama, atau karakter yang membangun.

Namun mari kita lihat nyatanya, sebagai manusia baru, ada 3 sikap yang mungkin kita alami dan jumpai:
1. Aku vs Tuhan
Artinya, terkadang kehendak kita masih berlawanan dengan kehendak Tuhan. Kita masih terus bergumul untuk melawan kehendak2 kita yang sebenarnya kita tahu salah dan gak berkenan di hadapan Tuhan. Kadang2 kita juga masih kalah dengan keinginan pribadi kita, dan rasanya kesal ketika kita harus taat kepada perintah Tuhan.

2. Aku, Tuhan
Artinya, kehendak kita mungkin sudah sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita menyadari apa yang Tuhan ingin kita lakukan dalam hidup ini, namun yang menjadi permasalahan adalah kita melakukan segala kehendak-Nya dengan terpaksa. Kita melakukannya karena disuruh, kebiasaan, rutinitas, dan menganggapnya sebagai kewajiban/beban yang harus kita lakukan

3. Aku dengan Tuhan
Artinya, kita puas di dalam Tuhan. Kehendak kita merupakan kehendak Tuhan, dan kita melakukannya dengan kesadaran penuh bahwa Tuhanlah yang memiliki kehidupan kita dan telah menyiapkan rencana terbaik untuk hidup kita. Kehendak Tuhan merupakan kehendak terbaik yang berharga untuk kita pilih dan lakukan di dalam hidup.

Kita bisa menyimpulkan ketaatan sebagai manusia baru yang berjuang hidup kudus dalam kalimat ini:
“Obedience is not submission; it is a celebration of two minds bound in one desire”
Ketaatan kita dalam melakukan kehendak Tuhan bukan lagi diwarnai dengan pergumulan melawan keinginan pribadi atau pergumulan karena terpaksa, tetapi dengan penuh kesadaran melakukannya dan menikmati setiap langkahnya di dalam Tuhan.

Namun, ada beberapa hal juga yang perlu diingat mengenai ketaatan. Ada 2 hal yang perlu kita ingat sebagai orang Kristen yang berusaha taat kepada kehendak Allah:
1. Ketaatan hanyalah sarana, bukan tujuan
Ketika kita boleh dibina dan dibentuk, maka tujuan akhir kita adalah sama seperti kita diciptakan, yaitu bisa memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Ketaatan yang menghasilkan buah seperti saat teduh dan doa pribadi yang rutin, karakter yang baik, pelayanan yang aktif, hubungan dengan orang lain yang saleh, bukan menjadi tujuan utama kita. Dengan kata lain, Tuhan tidak meminta sate dan doa rutin, Tuhan tidak meminta karakter yang baik terhadap sesama, tetapi Tuhan meminta hidup yang memuliakan Allah, bukan ketaatan dan tunduk semata akan perintah-Nya.

2. Ketaatan/kesalehan justru adalah modal untuk sombong
Analoginya seperti ini: misalkan karena dosa, diri kita dan Tuhan terpisah sejauh 5 m. Salib Yesuslah yang menjadi jembatan yang menghubungkan keduanya. Kemudian dengan ketaatan kita (saat teduh, doa pribadi, pelayanan) kita merasa diri kita selalu bersikap benar dan sesuai kehendak-Nya. Kita merasa berhasil menjauhi dosa dan mengikis jarak antara diri kita dengan Tuhan dari 5 m hingga akhirnya tidak ada jarak sama sekali. Hal terburuk yang mungkin terjadi adalah kita merasa tidak memerlukan jembatan (salib Yesus) itu lagi dan kita merasa setara dengan Tuhan oleh karena ketaatan dan kekudusan/kesalehan diri kita.

Mari kita melihat teladan Paulus. Kita semua mengenal Paulus, dari sesosok orang yang mengejar pengikut Kristus, mengalami perjumpaan dengan Kristus dan bertobat, sampai akhirnya dimampukan untuk melakukan pelayanan sebesar itu, namun apa yang dikatakannya mengenai dirinya?

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itulah aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. ~1 Timotius 1:15-16a

Aneh bukan? Paulus yang udah melakukan pelayanan ke sana-sini, pengabaran Injil ke berbagai daerah, namun mampu berkata bahwa dirinyalah yang paling berdosa dari semua orang berdosa. Kesadaran Paulus untuk bergantung akan salib Yesus yang merupakan anugerah -sesuatu yang sesungguhnya tidak layak diterimanya- menimbulkan kesadaran akan dosa sekaligus ketaatan kepada kehendak Tuhan, bukan untuk membenarkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, namun agar bisa memiliki kehidupan yang memuliakan Allah.

Kiranya kita sebagai murid Kristus bisa mengingat kembali ketaatan kita terhadap kehendak Tuhan. Kita bisa berjuang untuk hidup kudus, sesuai Firman-Nya, bertumbuh melalui saat teduh dan doa pribadi kita, berbuah melalui pelayanan dan hubungan kita dengan orang lain, namun lebih daripada itu semua, Tuhan tidak meminta ketaatan kita, tetapi hidup yang memuliakan Dia dengan menikmati-Nya. Selamat menikmati Tuhan melalui ketaatan diri kita! God Bless (:

Again, Tentang Melayani

Fiuhh.. akhirnya selesai juga segala UAS dan proyek2 di semester ini. Gak nyangka bisa melalui ini semua, dalam rentang 2 minggu, ada 5 ujian dan 3 proyek akhir! Thanks God (:

Nah, kebetulan lagi ada waktu kosong ini malem, aku rindu untuk membagikan salah satu Firman Tuhan yang aku nikmati, yaitu saat PHP retreat POFMIPA 2012 tanggal 7 Januari kemarin. Kak Febyan yang membawakan Firman mengambil perikop dari Lukas 9:10-17. Perikop ini berceritakan tentang Yesus yang memberi makan lima ribu orang. Mungkin cerita ini udah gak asing lagi buat kita, hanya karena kuasa Allah-lah, mukjizat dan peristiwa ini bisa terjadi, namun kali ini kita akan mencoba melihat dari sisi pandang murid2 dan Yesus dalam melakukan pelayanan. Inilah yang menjadi persiapan aku secara pribadi dalam pelayanan di retreat, dan menjadi pegangan untuk kita semua dalam menjalani keseharian.

Ceritanya diawali dari Yesus dan murid2 sedang “retreat” ke sebuah kota Betsaida. Ada apa sampai mereka “retreat” ke Betsaida? Secara kronologis, kita dapat melihat di Lukas 9:1-2, Yesus memberikan kuasa kepada murid2-Nya untuk memberitakan kerajaan Allah dan menyembuhkan orang banyak. Penyertaan Allah dan ketaatan murid2 terhadap perintah Yesus memberikan hasil yang luar biasa, banyak orang yang mendengar berita baik dan disembuhkan, orang banyak kemudian mengikut mereka, bahkan Herodes pun mendengar kabar ini (Lukas 9:9). Tentu pelayanan sebesar ini memakan tenaga murid2. Markus 6:30-31 menjelaskan bagaimana murid2 tidak sempat makan, sungguh lelah, sehingga akhirnya Yesus mengajak mereka untuk pergi ke tempat yang sunyi. Jadi sekarang kita tahu bahwa waktu itu, keadaan murid2 sangat lelah, mau istirahat, dan Yesus mengajak mereka “retreat” ke Betsaida.

1. Panggilan untuk Memiliki Hati Pelayan
Setelah Yesus dan murid2 menyingkir, ternyata orang banyak mengikuti mereka. Bayangkan, ketika lu lagi lapar, capek, ngantuk karena seharian melayani atau menolong orang, namun di saat lu mau break sejenak, tetep aja masih ada orang yang minta bantuan atau minta tolong? How would you feel? Secara manusiawi, pasti enggan banget buat bergerak, menolong, atau bahkan mendegarkan pun malas rasanya. Tapi, di dalam ayat 11, Yesus memberikan teladan kepada kita, yaitu dengan melayani mereka: memberikan apa yang mereka butuhkan!
*Loh tapi Yesus kan gak keliling2 seperti murid2-Nya? Dia gak capek donk? Ternyata gak seperti itu keadaannya. Di dalam Markus 6:6b, disebutkan sembari mengutus murid2 berdua-berdua dalam melayani, Yesus juga berkeliling dari desa ke desa memberikan pengajaran. Pada saat itu pula, Yesus dalam keadaan berduka karena saudara-Nya, Yohanes Pembaptis, telah dibunuh. Aku cukup yakin, keadaan Yesus pada waktu itu bukanlah seorang guru yang berleha2 sekedar menunggu laporan murid2 yang berkeliling.

Di dalam Markus 6:34, disebutkan “tergeraklah Hati-Nya … mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala.” Di dalam bahasa aslinya, “tergeraklah Hati-Nya” menggunakan kata yang berarti jeroan yang bergetar.
*Pada waktu itu, orang-orang memercayai bahwa jeroan merupakan sumber perasaan/belas kasihan. Jeroan yang bergetar artinya perasaan yang kuat (passionate) karena belas kasihan yang muncul.

Dari 2 ayat ini saja, apa yang bisa direfleksikan bagi diri kita sendiri: 
Apakah kita memiliki hati yang tidak bisa tinggal diam melihat orang yang butuh dilayani? 
Pertanyaan ini secara mendasar mempertanyakan kembali, apa motivasi kita dalam melayani? Permintaan? Rutinitas? Kebiasaan? Kewajiban? Personal gain? Belas kasihan? Ucapan syukur? Jeroan yang bergetar?  Hati yang tergerak? Apapun jawabannya, secara singkat aku mau membagikan beberapa bagian alkitab yang bisa membantu kita memahami sebuah pelayanan:
  • Diakonos (Markus 10:43-45): bahasa asli dari kata “pelayan” yang digunakan dalam ayat tersebut, artinya adalah pelayan meja, orang yang berdiri tepat di samping meja makan, melayani segala kebutuhan orang yang makan hingga mereka puas dan selesai makan. Pekerjaan seperti apakah itu? Apakah ada prestise-nya? Namun seperti itulah, Yesus menggambarkan seorang pelayan.
  • Paulus menjelaskan dalam 2 Timotius 2:3-6, yang dapat disimpulkan menjadi 3 kata: dedikasi (ayat 3-4), disiplin (5), dan determinasi (6)


2. Panggilan untuk Melayani dengan Kuasa Kristus
Oke, kembali ke perikop kita. Ketika tadi kita melihat Yesus melayani orang banyak, namun apa yang dilakukan murid2? Yup, tidak ada yang dilakukan. Bahkan mereka membiarkan Guru mereka melayani orang banyak tersebut hingga hari mulai malam, dan akhirnya keluarlah kalimat ini: “Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan.” Dengak kata lain, murid2 mau bilang, “Yasudah Guru, suruh mereka pergi dan biarlah orang lain melayani mereka karena kami sudah lelah!”
*Pikiran kritis lagi, kok tega sih murid2 berkata seperti itu? Pada waktu itu, berlaku hukum taurat mengenai hospitality, dimana ketika ada seorang musafir/pengembara yang melakukan perjalanan dan menumpang untuk makanan dan menginap, maka adalah kewajiban bagi pemilik rumah untuk menerima dan melayani mereka. Jadi, ketika murid2 berkata “suruh mereka pergi…”, murid2 beranggapan orang lain akan melayani mereka karena hukum taurat tersebut.

Yesus sempat menegur dan memerintahkan murid2 untuk memberi makan. Namun apa respon murid2? Aku membayangkan dengan nada ogah2an murid2 menjawab: “Yang ada pada kami tidak lebih dari 5 roti dan 2 ikan, Guru. Masa kami harus membeli makanan untuk orang sebanyak ini?”

Ironi sekali. Kenapa? Padahal pagi2nya, mereka baru saja berhasil melayani orang banyak dengan kuasa Kristus. Gak cuma berhasil menyembuhkan 1-2 orang, namun orang banyak mendengar kabar baik bahkan Herodes sampai mencari-cari siapa yang melakukan ini. Mereka berkumpul dengan Yesus, menceritakan bagaimana keberhasilan mereka dalam melayani. Tetapi di saat seperti ini, murid2 lupa akan kekuatan yang menyertai mereka. Di saat seperti ini, mereka mengandalkan kekuatan, kapabilitas, kemampuan diri mereka sendiri.

Apakah kita juga demikian? 
Berpegang penuh pada kuasa Kristus saat kita semangat melayani namun pada akhirnya lupa akan semuanya dan mengandalkan kekuatan diri sendiri di saat lelah? 
Sayang banget ya rasanya. Kalau boleh sharing, refleksi untuk diriku secara pribadi dalam pelayanan di retreat ini adalah: Ketika aku udah bisa melakukan pelayanan selama beberapa bulan terakhir, berhasil menyelesaikan semester ini, bisa memasuki masa liburan, dan rasanya pengen banget lepas kejenuhan dan kelelahan, namun aku masih memiliki kesempatan untuk bisa melayani di retreat, masihkah aku mengingat penyertaan Yesus selama ini? Apakah aku sama seperti murid2 yang mengandalkan kekuatan sendiri? Siapakah sumber kekuatan sesungguhnya yang memampukan aku bisa melayani sampai saat ini?
Mungkin keadaannya berbeda untuk setiap kita, tetapi fokusnya tetap: dengan kekuatan siapakah kita melayani? Kristus atau diri kita?

3. Panggilan untuk Kerjakan Tugas dengan Tuntas
Nah, yang terakhir, setelah itu Yesus berkata kepada murid2 untuk mengatur orang banyak itu duduk berkelompok, satu kelompok 50 orang. Di dalam ayat 14, disebutkan ada kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak kecil, jadi secara kasar, kira-kira dibentuk 100 kelompok yang isinya masing-masing 50 orang. 100 kelompok!

Krik..Krikk..Krikk…

100 kelompok! Yup, 100 kelompok. Apa yang spesial? Bayangkan 12 orang (yang merasa sudah sangat lelah, capek, ingin istirahat) mengatur 5000++ orang (yang membutuhkan makanan) terbagi menjadi 100++ kelompok ketika hari mulai malam. Udah bagus mau disuruh duduk, belum lagi disuru geser2 duduknya, belum lagi ditanya2 mau ngapain, atau ada yang emosi karena lapar dan lelah. Apakah cuma 15-30 menit melakukan ini semua? Berdasarkan pengalaman, sepertinya butuh waktu berjam2 untuk mengkondisikan orang banyak tersebut.

Apa yang mau kita pelajari? Kita melihat ketaatan murid2 melakukan satu per satu perintah Yesus hingga tuntas. Coba misalnya, ketika Yesus menyuruh murid2 mengondisikan orang banyak tapi di tengah2 mereka balik ke Yesus dan bilang “Haduh Guru, nyerah deh, udah encok pinggangku mengatur orang-orang ini” lalu masuk dan tidur. Tidak seperti itu! Murid2 melakukan apa yang menjadi bagian mereka dalam memberi makan 5000 orang sampai tuntas. Murid2 mungkin tidak tahu apa yang akan Yesus lakukan dengan menyuruh mereka duduk berkelompok, namun mereka tetap taat mengerjakan bagian mereka sampai tuntas.

Sama halnya dengan diri kita, ketika kita mengimani bahwa pelayanan yang kita lakukan sesungguhnya adalah milik Tuhan, entah itu retreat ini, pekerjaan, tugas-tugas, pelayanan gereja, studi, atau kesempatan lainnya, maka kerjakanlah bagian kita sampai tuntas! Kita mungkin tidak tahu bagaimana akhir dari seluruh pelayanan kita, yang kita hadapi saat ini adalah keadaan yang sulit dan membutuhkan pengorbanan dari diri kita, namun tetaplah bertekun dan taat mengerjakan bagian pelayanan kita karena itulah yang dikehendaki Tuhan.

Oke, itulah yang boleh aku nikmati lewat perikop singkat Lukas 9:10-17, berharap kita semua bisa kembali memaknai segala bentuk pelayanan kita untuk Tuhan, baik itu melalui pelayanan gereja, kepanitiaan, studi, pekerjaan, tugas-tugas, dan keseharian kita lainnya. Kiranya melalui pelayanan kita, orang-orang bisa semakin mengenal Kristus, dan diri kita bisa semakin memaknai penyertaan dan kuasa-Nya. Selamat melayani! Godbless (: